Kategori
Filosofi Inspirasi Islam Kebijakan Leadership Pemikiran Pribadi Sejarah Tokoh

“Dalam situasi apapun, jangan biarkan emosimu mengalahkan kecerdasanmu.”~ Buya Hamka

Berapa sering kita menggunakan emosi saat membuat keputusan penting dalam hidup lalu saat tersadar menyesali apa yang telah terlanjur dilakukan.


Berapa sering dari kita terdera emosi yang terperangkap menjadi trauma lalu berlakunya rentetan sama dalam hidup dan kita bertanya betapa silapnya kita.


Berapa ramai yang membiarkan emosi dipendam dan tidak diurus dengan baik hingga menyebabkan terjentik sedikit mampu menjadi bom jangka.


Berapa sering dari kita yang emosinya terdera t\nampak kuat di luarnya namun merana.


Berapa sering dari kita ingin kaya dan berjaya tapi asyik tetap di kondisi yang sama karena emosi terpendam tidak diluruskan dengan baik.


Saat kecerdasan dikalahkan oleh emosi, kita mulai melihat kehancuran diri


Uruslah emosi dengan baik demi kesejahteraan dan kebahgiaan hati. Demi mengelakkannya menjadi trauma tanpa kita sadari. Dan bermain tanpa sadar berulang kali tanpa kita ketahui

Buya Hamka – Ulama Besar dengan Deretan Karyanya

gambar-buya-hamka-uangonline,com

Seorang Buya Hamka adalah orang yang memiliki keahlian di banyak bidang ilmu. Beliau termasuk ulama besar Indonesia yang dikenal karena keberhasilannya dalam menguasai berbagai bidang ilmu secara otodidak. Beliau bisa dikatakan sebagai definisi dari seorang teladan. Berkat kepandaiannya, maka jabatan dan pangkat pun mengikuti, namun ia tidak tergiur hingga kemudian menjadi tidak amanah. Berikut penjelasan mengenai seluk-beluk kehidupan seorang Buya Hamka.

Biografi

Laki-laki kelahiran Molek, Maninjau, Sumatera Barat pada tanggal 17 Februari 1908 ini merupakan seorang ulama, politikus, sejarawan, dan sastrawan yang sangat terkenal di Indonesia. Beliau lahir dengan nama lengkap Haji Abdul Malik Karim Amrullah, namun beliau lebih dikenal dengan panggilan HAMKA yaitu merupakan gabungan dari huruf depan di setiap kata dalam nama panjangnya. Kata “buya” sendiri adalah julukan kepada seorang ahli agama di daerah Minangkabau. Julukan beliau dapatkan dikemudian hari berkat kontribusinya dalam agama Islam.

Riwayat Pendidikan Buya Hamka

Seorang Hamka muda selalu berkelana, oleh karena itu beliau tidak pernah menetap lama di suatu tempat. Pendidikan sekolah dasarnya pun tidak seluruhnya beliau tamatkan di daerah asalnya, melainkan hanya dua tahun yaitu sampai kelas dua. Ketika berumur 10 tahun, beliau kemudian ikut sang ayah yang berhijrah ke Padang Panjang serta mendirikan Sumatera Thawalib di sana. di situ pula lah Hamka muda tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar dan memperdalam ilmunya khususnya agama dan bahasa Arab. 

Selain itu, tak berhenti hanya belajar di Sumatera Thawalib beliau juga belajar tentang agama di surau dan di masjid yang pengajarnya pun merupakan ulama-ulama terkenal. Ulama-ulama tersebut di antaranya adalah Syeikh Ibrahim Musa, Sutan Mansur, Ki Bagus Hadikusumo, Syeikh Ahmad Rasyid, dan R.M. Surjopranoto. Para ulama tersebut telah dikenal secara luas di Padang Panjang dan telah terbukti kemampuannya perihal ilmu agama.

Terkenal sebagai pengelana sejak muda, beliau pun diberi gelar “Si Bujang Jauh” oleh sang ayah. Enam tahun berselang semenjak kedatangannya di Padang Panjang, beliau kembali berkelana ke tanah Jawa pada umur 16 tahun. Di Jawa, beliau mempelajari tentang gerakan Islam modern dari para ahlinya. Guru-guru beliau di Jawa adalah HOS Tjokroaminoto dan KH Fakhrudin. Dalam prosesnya beliau mengikuti banyak kegiatan diskusi dan pelatihan pergerakan Islam yang diadakan di Abdi Dharmo Pakualaman, Yogyakarta.

Riwayat Karir Buya Hamka

gambar-buya-hamka-muslimobsession,com
Gambar Buya Hamka, foto oleh Muslimobsession. com

Awal karier Hamka adalah sebagai seorang guru agama di Perkebunan Tebing Tinggi, Medan pada tahun 1927 yaitu saat beliau berusia 19 tahun. Dua tahun kemudian yaitu pada tahun 1929 beliau hijrah ke Padang Panjang dan dilantik menjadi seorang dosen di Universitas Islam, Jakarta dan pada 1957-1958 di Universitas Muhammadiyah, Padang Panjang. Setelah itu beliau dianugerahi gelar profesor oleh Universitas Mustopo, Jakarta dan diangkat sebagai rektor Perguruan Tinggi Islam, Jakarta. 

Pada tahun 1949 yaitu setelah perjanjian Roem-Royen, beliau berpindah ke Jakarta kemudian memulai karirnya di Departemen Agama. Bermula dari tahun 1951-1960 beliau yang awalnya hanya pegawai biasa kemudian dilantik sebagai Pegawai Tinggi Agama oleh Menteri Agama. Hingga kemudian pada 26 Juli 1977 beliau menjabat sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) tetapi mengundurkan diri karena kekecewaannya terhadap pemerintah Indonesia yang tidak menghiraukan nasihat darinya.

Aktivitas Organisasi

Dalam bidang organisasi, seorang Buya Hamka aktif di organisasi Muhammadiyah. Beliau sudah mulai aktif dari awal gerakan tersebut melawan bid’ah, khurafat, dan tarekat di Padang Panjang hingga beliau mendirikan pusat pelatihan pendakwah Muhammadiyah. Posisi tertinggi yang beliau peroleh di organisasi ini adalah dipilihnya Buya Hamka sebagai penasihat pimpinan Pusat Muhammadiyah.

Aktivitas Politik

Kiprahnya dalam dunia politik banyak membuahkan pendapat yang bergesekan dengan pendapat politisi yang lain. Beliau selalu mengemukakan fatwa yang berkontradiksi dengan kebanyakan orang. Salah satu isi pidatonya yang sangat kontroversial adalah beliau dan partainya Masyumi menghendaki agar sila pertama dalam pancasila untuk diubah menjadi seperti pada Piagam Jakarta yang berbunyi kewajiban menjalankan syariat-syariat Islam bagi pemeluknya. Tentu saja hal tersebut mendapat banyak pertentangan dari politisi lain dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Aktivitas Sastra

Memiliki banyak pengalaman dalam bidang kesusasteraan, seorang Buya Hamka merupakan seorang wartawan, penulis, editor, dan penerbit di berbagai media. Media-media tersebut adalah media yang mengangkat tema mengenai Islam, meliputi Pelita Andalas, Seruan Islam, Bintang Islam, dan Seruan Muhammadiyah. Selain itu, beliau juga menghasilkan beberapa karya ilmiah, fiksi berupa novel dan cerpen. Karya ilmiahnya yang paling terkenal adalah Tafsir Al-Azhar yang diterbitkan sebanyak lima jilid.

Untuk karya berupa novel dan cerpen, cerita-cerita tersebut bernuansa roman seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Di Dalam Lembah Kehidupan, dan masih banyak lagi. Karya-karyanya tersebut bahkan terkenal hingga luar negeri seperti Malaysia dan Singapura yang kemudian diadopsi sebagai buku teks kesastraan di sana.

Wafatnya Buya Hamka

Buya Hamka yang merupakan seorang ulama besar di Indonesia wafat pada tanggal 24 Juli 1981 yaitu saat berusia 73 tahun. Jasa-jasa beliau dalam dunia Islam sangat besar. Hal tersebut didukung dengan karya-karyanya yang masih dipelajari dan dinikmati hingga saat ini. 

Oleh djadja

Seorang hamba Allah, ayah, suami, kepala rumah tangga (Commander In Chief), praktisi pendidikan, manajemen dan telematika yang mencoba merunduk di ladang ibadah

Tinggalkan komentar